Hujan Lebat
Jogja, 11 januari 2013
Pukul
5 pagi hujan masih turun dengan lebat. Suaranya berderu seperti alam sedang
risau menunggu keputusanku untuk pergi kuliah atau tidak. Tapi tampaknya alam
tidak mendengar kalau aku sudah mengatakan “Tidak akan kuliah hari ini”.
Tapi
aku tetap beranjak dari tempat tidurku, melempar selimut dan berlari memacu
motorku di tengah hujan. Ada perasaan yang tak menentu, yang ingin aku buang
dan aku lempar ke suatu tempat dan aku tak perlu mencarinya lagi, tak perlu
menoleh untuk kembali.
Dalam bising mesin dan hujan yang menyatu aku
bertanya-tanya “akan ke mana aku? Apa aku sadar memacu motor ini di tengah
hujan?”
Setelah dua
perempatan lampu merah aku menepi.
Jalanan
masih sepi sekali, warung-warung angkringan sudah sepi dan memindahkan
gerobaknya. wajahku basah oleh air hujan. Pakaianku juga ikut basah. Jalanan
juga basah, mobil-mobil melaju cepat menyisakan cipratan air sana-sini di
trotoar jalan.
Aku
sekarang seperti anak hilang di pinggir jalan. Menunggu ayah dan ibunya
sendirian. Bersahabat dengan lampu-lampu jalanan yang terus menyala sampai
pukul 6 nanti.
Lampu
itu seperti obat rindu yang bisa aku telan bulat-bulat dan menyapu semua warna
kelabu.
Oh
aku tahu. Perasaan ini, aku merindu. Aku ingin pulang. Aku rindu warna-warna
sederhana di mata sahabat-sahabatku di kampung halaman sana. Aku rindu warna
yang berulas dalam lentera-lentera yang menyala. Aku merindu warna dari pecahan
kenang-kenangan yang berserakan di rumah sana.
Aku
ingin segera pulang, merasakan lezatnya masakan rumah, hangatnya nasi hasil
panen, dan lembutnya selimut di kamar itu.
Aku akan segera pulang.
Comments
Post a Comment