aku tak takut mati : ujarnya

saat ini aku menunggu nidal membawakan sup hangat kesukaanku. sama seperti berbulan-bulan yang lalu aku menunggunya membawakan kisah barunya... tentang kekasihnya, tentang adiknya, tentang kaki platinanya, tentang kabarnya yang kian lama kian hilang.

***

di gunung-gunung, aku melihat ia terduduk di atas bebatuan dengan mata yang terbungkus fatamorgana. ia bersyukur atas kesendiriannya, dan waktu yang ia habiskan bersama alam, juga bersama Tuhan.

saat itu aku masih berada jauh di persimpangan setapak di antara rumpun alang-alang ada pohon berbunga merah.

"Nidal!" aku sengaja mengganggunya yang sedang termenung, ia menoleh dan tersenyum ke arahku. rambut gondrongnya yang tidak ia ikat tertiup angin sebagian menutupi senyum tulusnya. matanya kelewat sipit saat ia tersenyum. "aku haus nidaaaal!" aku berjalan merentangkan tanganku menuju nidal di atas bebatuan, angin menerpa tubuhku.

ia memberikan sebotol kepadaku tanpa berkata sepatah katapun, aku duduk di sampingnya di atas batu besar itu memandang hamparan lautan awan. hal itu membuatku sama-sama tak ingin berkata, hanya sunyi, dan tak lama mataku ikut terbungkus fatamorgana...

"aku jadi orang yang tak takut mati..." nidal bergumam
"hah?"
ia hanya tersenyum tak berniat mengulang perkataannya dua kali

***

kupandang langit yang lebih tinggi di atas sana. kuhirup udara mengalir memenuhi ruang dada. di semesta ini aku sangat kecil, terlampau kecil... untuk apa aku takut mati... adikku sudah berbaur bersama alam dan bersama Tuhan sejak tahun 2012 lalu, semasa hidupnya ia tak pernah mengeluh atau takut akan kematiannya yang sudah dokter sebut-sebut tinggal sebulan lagi, tinggal seminggu lagi, atau tidak lama lagi...

di bawah kami ada gundukan-gundukan awan seperti kembang gula. ada pelangi di bawah sana melengkung menyentuh bumi, indah... aku selalu berharap adikku bisa melihat sesuatu yang lebih indah dari ini di surga...

***

"keingetan adikmu lagi ya, bang?" bukan abang maksudku, namanya memang nidal bambang
"mmh?" ia menoleh ke arahku "heemh" ia kembali melihat lautan awan di bawahnya, senyumnya tetap mekar di wajahnya. melihatnya sama sekali tak melepaskan senyum dan membuka mulutnya, kuduga ia sedang tak ingin bicara. makanya aku hanya mengangguk-angguk dan ikut melihat lautan awan.

ada suara angin yang nakal meraba-raba ujung bunga. membuatnya gemerisik dan bergoyang-goyang. dinginnya menggigiti jemari kami.

***

sunyi, tapi pikiranku semakin berkecamuk. tak ada sedikitpun kedamaian yang tertular ke dalam pikiranku, fatamorgana di mataku meleleh seketika. aku jadi pria yang sentimentil sejak berpulangnya adikku. aku berusaha tak terisak, hanya memandangi langit yang dipenuhi gumpalan awan dan hujan turun di pipiku begitu saja, tak tertahankan.

 ia berdiri di sampingku, dan menepuk pundakku. ia tak berkata apa-apa selain melangkah ke jalan yang curam yang harus dilalui. aku butuh waktu untuk sendiri, dan ia memberikannya tanpa aku minta.

***

ia terpukul atas wafat adiknya, ia membatalkan pendadarannya untuk menghadiri pemakannya. nyaris D.O dan ia tak peduli. dalam hidupnya, mungkin ia merasa lebih berguna jika bersama adiknya. kubiarkan ia merenung di atas batu itu. aku tak berniat meninggalkanya hanya mengambil jarak sampai ia merasa baikan.

 ***

Comments

Popular posts from this blog

WARJOK : great place to remember

pengalaman ke Giggle Box jatinangor

Sumedang Larang